Jakarta – Kandungan etanol untuk bahan bakar minyak (BBM) sudah lazim dilakukan di luar negeri. Bahkan kandungan etanol sudah mencapai 5%, 8%, dan 10%. Keberadaan etanol justru positif untuk lingkungan, karena bisa mengurangi emisi karbon. Demikian disampaikan Direktur Eksekutif Pusat Kajian Ketahanan Energi Untuk Pembangunan Berkelanjutan Universitas Indonesia (Puskep UI) Ali Ahmudi.
“Itu sudah lazim dipakai dan berpengaruh sangat baik untuk lingkungan, mereduksi emisi karbon. Shell yang di Eropa juga, mereka biasa gunakan 5-8%. Di Amerika begitu juga. Karena ada beberapa tujuan lain, tidak semata-mata kepentingan bisnis, namun agar mengurangi minyak dari fosil,” kata Ali kepada media hari ini.
Tidak hanya di Eropa dan AS. Australia pun sudah menerapkan penggunaan etanol di dalam bahan bakar. BP Australia misalnya, sudah menerapkan kandungan 10% etanol.
Menurut Ali, perusahaan-perusahaan energi di berbagai negara juga pasti ingin terlibat dalam proses transisi energi untuk mereduki emisi dan global warming. Salah satunya, adalah menggunakan bahan bakar ramah lingkungan. ”Jadi ini sudah global, bukan lagi lokal dan regional. Dan itu dilakukan oleh Shell, Total, BP di luar negeri. Hampir semuanya,” imbuh Ali.
Karena itulah Ali mempertanyakan, alasan penolakan SPBU swasta di Tanah Air terhadap BBM impor Pertamina. Terlebih, penolakan dilakukan dengan alasan mengandung etanol 3,5%. Padahal, kata Ali, angka tersebut jauh di bawah kandungan etanol di luar negeri dan tentu saja aman untuk mesin kendaraan bermotor. Apalagi mesin-mesin terbaru, yang memang dirancang lebih ramah lingkungan.
“Apalagi kendaraan 2010-an ke sini sudah relatif ramah lingkungan, teknologinya rata-rata sudah adaptif. Sudah dipersiapkam untuk itu. Justru diberbagai negara, jauh di atas 3,5%. Makanya kalau cuma segitu (kandungan etanol 3,5%) ya gak masalah,” ucap Ali.
”Jadi, apa alasan penolakan apa? Alasan major atau minor?” tambah Ali mempertanyakan penolakan SPBU swasta terhadap BBM impor Pertamina.
Jika alasan major, kata dia, seolah-olah harga mati. Misal, kalau SPBU swasta pakai BBM yang mengandung etanol 3,5%, maka kendaraan konsumen akan rusak semua. Sedangkan alasan minor, menurut Ali, bahwa SPBU swasta hanya mencari-cari alasan saja.
”Makanya, itu harus dipertanyakan kepada mereka, apa alasannya? Bukannya negara lain juga menggunakan BBM dengan kandungan etanol, yang bisa berperan serta dalam mengurangi perubahan iklim dan emisi karbon? Nyatanya di sana aman-aman saja,” tegas Ali.
Di sisi lain, Ali berharap, agar masyarakat juga teredukasi dengan baik. Apalagi era media sosial seperti sekarang. ”Padahal, apa yang mereka pahami (termasuk soal etanol) belum tentu benar,” pungkas Ali.
Sebelumnya, Vivo dan BP-AKR yang telah sepakat membeli BBM impor dari Pertamina, memang membatalkan rencana tersebut. Alasannya, karena mengandung etanol 3,5%.





