APTRI Nilai Diversifikasi Produk Tebu Kunci Kesejahteraan Petani

Jakarta – Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) menilai bahwa petani tebu rakyat saat ini masih menghadapi berbagai permasalahan yang berdampak langsung pada kesejahteraan dan keberlanjutan usaha tani. Rendahnya harga tebu di tingkat petani, fluktuasi rendemen, tingginya biaya produksi, serta ketergantungan penuh pada penjualan gula kristal membuat posisi petani berada dalam kondisi rentan, terutama di tengah tekanan biaya pupuk, tenaga kerja, dan sarana produksi lainnya.

APTRI juga menyoroti persoalan bocornya gula rafinasi ke pasar konsumsi, yang dinilai mengganggu keseimbangan pasar karena menekan harga gula kristal putih dan berimbas langsung pada serapan gula petani. Kondisi tersebut memicu ketidakpastian di tingkat petani, terutama saat musim giling, karena harga melemah dan penyerapan pasar menjadi tidak optimal.

Bacaan Lainnya

“Optimalisasi pemanfaatan tetes tebu (molase) sebagai bahan baku bioetanol dapat menjadi salah satu solusi strategis untuk mengurangi ketergantungan petani terhadap harga gula.” tegas Soemitro.

Industri bioetanol berbasis molase dinilai APTRI berpotensi menciptakan sumber pendapatan tambahan yang lebih stabil, sekaligus memperkuat ekosistem pergulaan nasional dari hulu hingga hilir. Dengan adanya kepastian serapan molase oleh industri bioetanol, pabrik gula dan petani memiliki peluang untuk meningkatkan efisiensi dan keberlanjutan usaha.

“Kami mendorong agar nilai tambah tebu tidak berhenti di gula saja. Tetes tebu harus dikelola sebagai komoditas bernilai agar petani ikut merasakan manfaat ekonomi yang lebih adil dan berkelanjutan,” tegas Soemitro.

APTRI juga menyoroti pentingnya sinergi lintas sektor antara petani, pabrik gula, pemerintah dan industri energi agar pemanfaatan tetes tebu tidak menimbulkan konflik kepentingan. Dengan pengelolaan yang terintegrasi, tetes tebu dapat menjadi instrumen pengungkit ekonomi pedesaan sekaligus mendukung program ketahanan energi nasional.

Pos terkait